Minggu, 05 Oktober 2014

AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan)

Ø Pengertian AMDAL
Amdal adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan (Pasal 1 ayat 1 PP 27 Tahun 1999). Mengenai amdal tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia, AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.

Dokumen AMDAL terdiri dari :
  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
  • Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
  • Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
  • masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Dengan ditetapkannya Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), maka PP No.51/1993 perlu diganti dengan PP No.27/1999 yang di undangkan pada tanggal 7 Mei 1999, yang efektif berlaku 18 bulan kemudian. Perubahan besar yang terdapat dalam PP No.27 / 19999 adalah di hapuskannya semua Komisi AMDAL Pusat  dan diganti dengan satu Komisi Penilai Pusat yang ada di Bapedal. Didaerah yaitu provinsi mempunyai Komisi Penilai Daerah. Apabila penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh menolak permohohan  ijin yang di ajukan oleh pemrakarsa. Suatu hal yang lebih di tekankan dalam PP No.27/1999 adalah keterbukaan informasi dan peran masyarakat. Implementasi AMDAL sangat perlu di sosialisasikan tidak hanya kepada masyarakat namu perlu juga pada para calon investor agar dapat mengetahui perihal AMDAL di Indonesia. Karena semua tahu bahwa proses pembangunan di gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi AMDAL yang sesuai dengan aturan yang ada maka di harapkan akan berdampak positip pada recovery ekonomi pada suatu daerah.

Ø Tujuan
Secara umum tujuan AMDAL adalah : Menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dalam pelaksanaannya ada dua hal pokok yang menjadi tujuan AMDAL yaitu :
1. Mengidentifikasi, memprakirakan, dan mengevaluasi dampak yang mungkin terjadi terhadap lingkungan hidup yang disebabkan oleh kegiatan yang direncanakan.
2. Meningkatkan dampak positif dan mengurangi sampai sekecil – kecilnya dampak negatif yang terjadi dengan melaksanakan RKL – RPL secara konsekuen.
·        Manfaat Amdal sendiri adalah:
• Sebagai “environmental safe guard
• Pengembangan wilayah (syarat pengembangan)
• Sebagai pedoman pengelolaan lingkungan (Sebagai acuan)
• Rekomendasi dalam proses perijinan

Ø Kegunaan Setudi Amdal
a.      Bagi Pemerintah :
Membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan   pengelolaan lingkungan dalam hal pengendalian dampak negatif dan mengembangkan dampak positif yang meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam tahap perencanaan rinci pada suatu kegiatan Pembangunan.Sebagai pedoman dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada suatu kegiatan Pembangunan.


b.      Bagi Pemrakarsa :
Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul di masa yang akan dating dan cara-cara pencegahan serta penanggulangan sebagai akibat adanya kegiatan suatupembangunan. Sebagai pedoman untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkunganSebagai bahan penguji secara komprehensif dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk kemudian mengetahui kekurangannya.


c.       Bagi Masyarakat : Mengurangi kekuatiran tentang perubahan yang akan terjadi atas rencana kegiatan suatu pembangunan.Memberikan informasi mengenai kegiatan Pembangunan Industri , sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan diri agar dapat terlibat dalam kegiatan tersebut.Memberi informasi tentang perubahan yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dampak positif dan menghindarkan dampak negatif.Sebagai bahan pertimbangan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan.

Ø Jenis-jenis AMDAL
Berikut ini adalah jenis AMDAL yang dikenal di Indonesia:
1. AMDAL Proyek Tunggal, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha/kegiatan yang diusulkan hanya satu jenis kegiatan.
2. AMDAL Kawasan, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan dari berbagai kegiatan dimana AMDAL menjadi kewenangan satu sektor yang membidanginya.
3. AMDAL Terpadu Multi Sektor, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan dari berbagai jenis kegiatan dengan berbagai instansi teknis yang membidangi. Amdal juga merupakan hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha/kegiatan terpadu yang direncanakan terhadap LH dan melibatkan lebih dari 1 instansi yang membidangi kegiatan tersebut
Kriteria kegiatan terpadu meliputi :
- berbagai usaha/kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan dalam perencanaan dan proses produksinya
4. AMDAL Regional, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan terkait satu sama lain.
Peraturan yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain :
1.   Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan Air.
2.   Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan.
3.   Peraturan Pemerintah RI No 35 Tahun 1991 Tentang Sungai.
4.   Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
5.   Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah untuk Penggantian.
6.   Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 59 Tambahan Lembaran Negara No.3838).
7.   Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
8.   Peraturan Pemerintah RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Pembangunan
9.   Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Ø Contoh Kasus:
Pencemaran lingkungan sampai saat sekarang ini masih banyak sekali karena tidak ada nya AMDAL lebih tepatnya pada kawasan industri PT. Galuh Cempaka. Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin. Yang memproduksi penambangan emas yang menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dengan pasir.

Dalam pembuangan limbah industri ke aliran sungai oleh PT Galuh Cempaka, penambangan emas yang menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dengan pasir. Merkuri yang jatuh ke air akan memunculkan reaksi lanjutan (residu) yang jika diuraikan bakteri akan menjadi senyawa beracun bernama metil merkuri (CH3Hg). Apabila merkuri yang jatuh ke air melalui sisa-sisa ikatan tambang emas sampai ke dasar sungai, sifatnya sudah beracun (toksin). Pada manusia, dampaknya bisa mengenai kinerja saraf tubuh. Ambang batas aman kandungan merkuri dalam air hanyalah 0,01 miligram. Di atas itu, sudah bisa dipastikan secara bertahap kandungan ini akan terakumulasi tingkat bahayanya bagi makhluk hidup. Salah satunya melalui rantai makanan di sekitar sungai. Tidak hanya di dalam air saja merkuri membahayakan.

Pada saat proses pengolahan ternyata juga cukup rawan bagi kesehatan manusia. Mereka yang membakar emas hasil penambangan menggunakan merkuri, terancam gangguan saluran pernafasan. Saat emas diolah udara yang dihirup masuk hingga menuju paru-paru.

Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, serta semakin berkembangnya kawasan industri memicu terjadinya peningkatan pencemaran pada air sungai. Hal ini disebabkan karena semua limbah dari daratan, baik yang berasal dari pemukiman perkotaan maupun yang bersumber dari kawasan industri dibuang ke sungai. Limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, rumah sakit dan industri rumah tangga yang terbawa oleh air sisa-sisa pencucian akan terbuang ke saluran drainase dan masuk ke kanal. Limbah yang dibuang pada tempat pembuangan sampah akan terkikis oleh air hujan dan terbawa masuk ke kanal atau sungai.

Biasanya air sungai atau air sumur sekitar lokasi industri pencemar, yang semula berwarna jernih, berubah menjadi keruh berbuih dan berbau busuk, sehingga tidak layak dipergunakan lagi oleh warga masyarakat sekitar untuk mandi, mencuci, apalagi untuk bahan baku air minum. Terhadap kesehatan warga masyarakat sekitar dapat timbul penyakit dari yang ringan seperti gatal-gatal pada kulit sampai yang berat berupa cacat genetik pada anak cucu dan generasi berikut.

Saat ini kondisi air sungai di Kalimantan Selatan dinilai sudah tercemar zat berbahaya bagi kesehatan manusia, yakni bisa merusak sel syaraf otak. Zat berbahaya itu antara lain logam berat seperti merkuri, timbal, besi dan air raksa (emas).

Air raksa atau merkuri (Hg) adalah salah satu logam berat dalam bentuk cair. Manusia telah menggunakan merkuri oksida (HgO) dan merkuri sulfida (HgS) sebagai zat pewarna dan bahan kosmetik sejak jaman dulu. Merkuri ini telah digunakan secara meluas dalam produk elektronik, industri pembuatan cat, pembuatan gigi palsu, peleburan emas, sebagai katalisator, dan lain-lain. Penggunaan merkuri sebagai elektroda dalam pembuatan soda api dalam industri makanan seperti minyak goreng, produk susu, kertas timah, pembungkus makanan juga kadang mencemari makanan tersebut. Bila merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan, dapat menyebabkan kerusakan akut pada ginjal sedangkan pada anak-anak dapat menyebabkan Pink Disease/ acrodynia, alergi kulit dan kawasaki disease/mucocutaneous lymph node syndrome. Selain itu, bisa menyebabkan penyakit saraf, lumpuh, kehilangan indera perasa dan dapat menyebabkan kematian.

Seperti yang terjadi di sungai Riam Kiwa, di mana airnya tercemar oleh lemak/minyak dan raksa karena proses penambangan emas. Dalam ketentuan, zat raksa di setiap liter air paling tinggi 0,001, sedangkan lemak/minyak harus nihil atau tidak ada. Namun, di sejumlah titik pada Sungai Riam Kiwa ditemukan zat raksa dan lemak yang melebihi ambang batas. Sampel yang diambil di Pengaron menunjukkan raksa 0,044; Mataraman 0,057; Martapura 0,051 dan Sungai Tabuk 0,051. Sedangkan kandungan lemak/minyak di Pengaron ada 11, Mataraman 1, Martapura 2 dan Sungai Tabuk 0. Semestinya, kandungan lemak/minyak harus tidak ada agar memenuhi standar kesehatan air.

Masalah ini dianggap sebagai kejahatan korporasi lingkungan karena sudah jelas melanggar UU yang telah ditatapkan, yaitu UU No 23 Tahun 1997, Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab VI Pasal 20 ayat 1 “Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.

Adapun solusi dan saran yang saya dapatkan dikarenakan kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang mengadakan eksploitasi di bumi nusantara ini. Selain itu, pelaksanaan kententuan hukum yang berlaku terhadap pelaku kejahatan lingkungan terasa masih setengah-setengah.

Oleh karena itu, pemerintah harus mengawasi kegiatan industri dan pembuangan limbahnya. Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan.

Di samping itu perlu dilakukan penelitian atau kajian-kajian lebih banyak lagi mengenai dampak limbah industri yang spesifik (sesuai jenis industrinya) terhadap lingkungan serta mencari metode atau teknologi tepat guna untuk pencegahan masalahnya.



Sumber: