Perbandingan
pengolahan sampah di Indonesia dengan pengolahan sampah di Jepang
Amdal
adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan
(Pasal 1 ayat 1 PP 27 Tahun 1999). Mengenai
amdal tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia,
AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan
pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.
Dalam kesempatan ini saya akan
menjelaskan tentang amdal dengan kasus perbandingan / perbedaan pengolahan
sampah di Indonesia dengan pengolahan sampah di luar negeri khususnya di Negara
Jepang.
Pengolahan sampah di Indonesia
khususnya di kota Bantar Gebang sebagai perkumpulan sampah dari berbagai macam
kota Indonesia akan di buang ke kota Bantar Gebang. Namun hal tersebut bukan
lagi tempat pembuangan terakhir (TPA) melainkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Untuk saat ini TPST
Bantar Gebang adalah TPST terbesar dengan sistem pengelolaan sampah terbaik
se-Indonesia. Dengan luas mencapai 110,3 hektar.
TPA Bantar Gebang mulai aktif pada
tahun 1989. Pada saat itu sampah yang masuk adalah 5000-6000 ton/ hari. Pada
saat itu lahannya adalah seluas 108 hektar. Hampir selama 20 tahun, sistem
pengelolaan sampah hanya dengan open
dumping dan sanitary landfill.
Sanitary landfill
: Metode pengurugan sampah ke dalam
tanah, dengan menyebarkan sampah secara lapis-perlapis pada sebuah site (lahan)
yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pemadatan dengan alat berat, dan pada
akhir hari operasi, urugan sampah tersebut kemudian ditutup dengan tanah
penutup (G.H. Tchobanoglous, H. Theissen, 1993)
Metode tersebut dikembangkan
dari aplikasi praktis dalam peyelesaian masalah sampah yang dikenal sebagai
open dumping. Open dumping tidak mengikuti tata cara yang sistematis serta
tidak
memperhatikan dampak pada kesehatan (Enri Damanhuri, 2010)Kemudian Pemrov DKI
Jakarta membuka tender untuk pengelolaan TPA ini, dan akhirnya pada Desember
2008 dimenangkan oleh kedua perusahaan tersebut di atas. Kemudian pemerintah
menggantikan nama nya menjadi tempat pengolahan sampah terpadu. TPST Bantar
Gebang yang memiliki luas total daerah 110,3 Ha ini terletak di Kota Bekasi.
Posisi TPST dikelilingi oleh 4 kelurahan, yaitu Kelurahan Cikiwul, Kelurahan
Sumur Batu, dan Kelurahan Ciketing Udik.
Visi
dari pengelolaan TPST Bantar Gebang ini adalah sebagai pusat studi persampahan
dan alternatif pariwisata. Saat ini luasnya mencapai 110 hektar, dan akan
mengalami penambahan 10,5 hektar untuk tempat pengolahan. Saat ini, TPST itu
sudah menghasilkan 60 ton pupuk kompos setiap hari. Jika pemasaran kompos
membaik, produksi ini dapat ditingkatkan. Hanya saja, yang terjadi sejak awal
hingga kini, pemasaran pupuk organik itu agak sulit, perlu dukungan pemerintah
atas penggunaan pupuk organik. Pemanfatan gas metan menggunakan teknologi sudah
menghasilakan listrik 5-6 MW. Saat musim kemarau, pernah mengasilkan 10 MW.
Kapasitas teknologi terpasang untuk pembangkit listrik sudah mampu memproduksi
16 MW. Namun, karena kandungan gas metan tidak stabil, produksi listrik belum
maksimal. Hal itu diungkapkan Direktut Utama PT GTJ, Rekson Sitorus, kepada SH
belum lama ini, terkait adanya desakan dari DPRD Kota Bekasi agar biaya tipping
fee pengolahan sampah dinaikkan. Saat ini, dari hasil pemilahan sampah
organik dengan sampah non-organik, GTJ joint operation (jo) PT
NOEI, telah membangun pabrik daur ulang sampah plastik.
TPST terbagi menjadi 5 zona. Truk
yang masuk ke dalam TPST ini kurang lebih 1000 truk/hari. Biaya yang didapatkan
kedua perusahaan ini seharunya adalah Rp 230.000,00/ ton, sedangkan untuk
community development kota Bekasi dipotong 20% sehingga hanya dibayarkan
Rp105.300,00/ton.
Sebelum truk masuk ke arena TPST,
dilakukan penimbangan terlebih dahulu di jembatan timbang yang pengawasannya
bertanggung jawab ke Dinas Kebersihan. Sejumlah 53% dari jumlah sampah di TPST
ini telah menjadi kompos. Sampah yang diakui cukup mendominasi adalah
sampah-sampah plastik.
TPST
menggunakan 4 metode dalam bagian pengelolaan sampah :
- Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS)
- Unit Composting dan Landfill
- Power Plant
1. Instalasi Pengolahan
Air Sampah (IPAS)
Lindi (Leachate)
adalah cairan yang merembes melalui tumpukan sampah dengan membawa materi
terlarut atau tersuspensi terutama hasil proses dekomposisi materi sampah atau
dapat pula didefinisikan sebagai limbah cair yang timbul akibat masuknya air
eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi terlarut, termasuk
juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis.(Enri Damanhuri, 2010)
Sebelumnya apakah kalian pernah memperhatikan air hitam
yang keluar dari tumpukan sampah? Nah itulah yang disebut dengan air lindi.
Maka dari itu perlu dilakukan pengolahan airnya agar aman dibuang ke badan air.
berikut ini adalah
bagian-bagian yang ada di IPAS :
- Kolam Equalisasi
- Kolam Fakultatif
- RBD ( Rotating Biological Denitrification)
- Kolam Aerob
- Ruang Proses Kimia
- Bak Pengandap
- Polishing Pond
- Kolam Lumpur
Hasil akhir airnya
jangan bayangkan akan jernih. Ternyata di bak terakhir pun keluarannya akan
tetap berwarna hitam. Hanya saja kandungannya sudah tidak berbahaya lagi dan
memenuhi standar air baku. Lumpur yang dihasilkan dari proses ini dibuang ke
landfill dimana landfill adalah proses finishing lumpur yang telah dihasilkan
oleh air lindi.
2. Unit Composting
Sampah yang masuk ke proses ini adalah 500 ton/hari dan
15-20% nya berhasil menjadi pupuk. Sayangnya sampah yang melewati proses ini
hanya sampah dari lokasi-lokasi terpilih, yaitu pasar tradisional seperti pasar
Kramat Jati, Jembatan Lima, Cibubur, dll.
Dengan cara proses sampah disortir secara manual dilihat
dari ukuran sampah. Kemudian dimasukan ke conveyor pemilah. Lalu dihancurkan di
penghancur. Kemudian di conveyor feeder terpisahkan sampah yang bisa menjadi
kompos dan tidak. Sampah yang tidak bisa masuk dalam proses composting di press
untuk dijadikan briket. Kompos yang dihasilkan berbentuk bubuk. dilakukan
proses lagi agar dijadikan bentuk butiran. Proses pembuatan pupuk butiran
(granule) adalah dengan penambahan 15-20% percikan air, kemudian setelah panas
mencapai 65 derajat diberikan mikroba lagi (karena pada suhu ini beberapa
mikroba mati). Sehingga lama proses awal hingga akhir adalah 1,5 bulan hingga
kompos siap di pasarkan pada konsumen. Biasanya pasarnya adalah sampai ke Pulau
Sumatera.
3. Power Plant
3. Power Plant
Sebagian besar timbunan sampah di
TPST Bantar Gebang ditutup dan dipasang pipa di atasnya. Tujuannya adalah untuk
menangkap gas metan yang dihasilkan oleh sampah. Proses degradasi anaerob
(tanpa oksigen) akan menghasilkan gas metan. Gas metan ini kemudian dialirkan
ke mesin untuk perolehan listrik. Saat ini TPST Bantar Gebang telah
menghasilkan listrik 1220 - 2000 kW! Di Indonesia, hanya Bantar Gebang dan Bali
yang sudah memiliki alat-alat ini.
Setelah saya menjelaskan pengolahan
sampah di Indonesia saya akan menjelaskan sedikit pengolahan sampah di Negara
maju khusus nya di Jepang.
Pengolahan sampah di Negara jepang
Jepang
termasuk dengan Negara maju khususnya dalam pengolahan sampah. Hal ini karena
orang Jepang terkenal sangat serius menangani soal sampah. Dibanding negara
maju lainnya, masyarakat Jepang memang paling unggul dalam mengelola sampah,
khususnya sampah rumah tangga.
Pengelolaan
sampah di Jepang. Secara prinsip sampah dibagi dalam empat jenis, yaitu: sampah bakar (combustible), sampah tidak bakar (non-combustible),
sampah daur ulang (recycle),
dan sampah ukuran besar. Ada jadwal
hari-hari tertentu yang mengatur jenis sampah apa yang dapat dibuang. Petugas
akan mengambil sampah setiap hari sesuai dengan jadwal dan jenis sampahnya. Hal
ini sangat berbeda dalam pengelolaan sampah di Indonesia.
Hal
yang paling penting untuk sampah minyak goreng atau minyak jelantah, tidak
boleh dibuang ke saluran air. Hal tersebut dikhawatirkan mencemari air tanah.
Oleh karena itu, di Jepang dijual bubuk yang berfungsi membekukan sisa
minyak goreng tersebut. Bubuk itu ditaburi di atas minyak hingga berubah
menjadi gel. Setelah itu, minyak jelantah yang sudah berbentuk gel dapat
dibuang ke tempat sampah.Hal yang harus di perhatikan adalah membeli plastik
khusus sampah. Setelah sampah dipisahkan dan dimasukkan ke plastik tersebut sesuai
jenisnya, sampah diletakkan di luar rumah. Selanjutnya, petugas akan datang
mengumpulkan sampah. Masalahnya, mereka hanya mengambil plastik sampah yang
tepat jenis dan sesuai jadwalnya. Kalau salah jadwal, atau jenisnya kita
campur-campur (misalnya botol minum di sampah makanan), sampah tidak akan
diangkat
Proses
Pengolahan Sampah di Jepang
Truk-truk
sampah masuk ke pusat pengolahan melalui pintu utama. Di situ truk tersebut
ditimbang untuk mengetahui berat sampah yang dibawa. Hal ini sama seperti di
Negara kita (Indonesia) pada tahapan awal. Dari sana sampah-sampah dimasukkan
ke tempat pembakaran. Timbunan sampah yang berasal dari sisa-sisa makanan,
kotoran dapur, dimasukkan ke dalam sebuah tempat penampungan besar. Ada bungkus
tahu, sisa tulang ikan, dan aneka makanan sisa lainnya dimasukkan ke tempat
itu. Dari situ, sampah dimasukkan ke tempat pembakaran dan kemudian dibakar.
Hal
yang menarik adalah ternyata ampas dari sampah-sampah tersebut bisa
dimanfaatkan menjadi “cone-block” untuk lapisan jalanan. Jadi saya baru tahu
kalau cone-blok di trotoar kota Tokyo sebagian di antaranya dibuat dari sampah
yang kita buang setiap hari. Selain bermanfaat untuk membuat cone-block,
pembakaran sampah di Jepang juga dapat menjadi salah satu sumber daya penghasil
listrik. Sementara untuk cairan dari sampah basah, pusat pengolahan tersebut
memiliki mesin penyulingan air yang fungsinya membersihkan air dari sampah,
sebelum kemudian dialirkan kembali ke sungai.
Sistem
daur ulang di Jepang menganut dua langkah dasar. Pertama, pemisahan material
dan pengumpulan. Kedua, pemprosesan dan daur ulang sampah.
Kedua hal tersebut bisa berhasil karena dilakukan secara gotong royong antara
masyarakat dan pemerintah. Setiap rumah tangga di Jepang secara sadar melakukan
langkah pertama. Sementara pihak pemerintah daerah melakukan langkah kedua. Masyarakat
jepang sangat menyadari dalam Kesadaran, gotong royong, dan kerjasama
yang baik antar warga, pemerintah, dan segenap elemen masyarakat menjadikan
pengolahan sampah di Jepang dapat berjalan dengan lancar.
Setelah
saya telah menjelaskan perbandingan antara pengolahan sampah di Indonesia dan
pengolahan sampah di jepang adapun pendapat / saran yang saya dapatkan.
“Kita
harus menyadari pentingnya dalam pengelolaan sampah di Indonesia, sebagai bagian
dari kepedulian kita pada lingkungan hidup. Walaupun tetap saja masih ada orang
yang membuang sampah sembarangan. Mayoritas orang tersebut selalu menyepelekan
padahal dengan membuang sampah sembarangan akan menimbulkan beberapa penyakit,
bau tidak sedap dan banjir. Pemerintah juga harus menegaskan dalam
pengelolaan/pembuang sampah pada tempat nya. Seharusnya Negara kita (Indonesia)
membuat pabrik sampah tersendiri seperti yang terdapat di Negara jepang. Hal
ini sangat berbanding jauh dengan Negara kita. Jika Indonesia tempat pengolahan
sampah khususnya di kota Bantar Gebang, Bekasi. Di lakukan dengan cara
pengelolaan secara terbuka. Pengolahan tersebut bisa dikategorikan sangat
terbaik hanya di Negara Indonesia saja. Namun pengolahan tersebut masih saja
tercemar nya udara, amdal, bau tidak sedap, dengan gas oktan yang berbahaya
pada warga sekitar kota Bantar Gebang. Dan juga kita harus menemukan hal yang
baru dalam pengolahan sampah, fungsi apa saja yang bisa di manfaatkan lagi
dalam pengolahan sampah tersebut. Hal ini juga masih dipertimbangkan oleh
pemerintah untuk membangunnya pabrik sampah tersendiri di Indonesia. Dan yang
paling penting perlu adanya kesadaran diri kita sendiri sebagaimana pentingnya
pembuangan sampah secara teratur dan tidak sembarangan. Bukankah jika kita
hidup dengan bersih dan jauh dari sampah akan menimbulkan yang indah dan
nyaman,”
2. http://blh.banyumaskab.go.id/read/5758/perbedaan-pengelolaan-sampah-indonesia-vs-jepang#.VF-Fgmf-HNV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar